No products in the cart.
Gede Robi, Dari Musik Hingga Bertani Organik
Gede Robi Supriyanto, atau yang lebih kita kenal sebagai Robi Navicula belakangan tersorot media bukan karena kesibukannya bersama Navicula saja, melainkan juga bertani.
Tak banyak yang tahu, Robi yang sehari-hari juga aktif menyuarakan isu-isu sosial baik bersama Navicula ataupun sendirian, ternyata juga sedang menyelesaikan proyek film panjangnya yang bertajuk “Pulau Plastik”.
Lalu apa saja yang dia lakukan selama pandemi ini. Apakah Navicula masih masuk dalam daftar kesebukannya? Apakah kamu akan tetap bisa menonton Robi mengenakan strap tipe Dine Sui Generis bersama Les Paul-nya di pandemi ini?
Simak selengkapnya dalam perbincangan jarak jauh SuiGeneris bersama Robi berikut.
Apa kabar Bli Robi? Sedang sibuk apa akhir-akhir ini?
Kabar baik. Akhir-akhir ini sedang sibuk survive di era pandemi (tertawa). Banyak waktu di rumah, berkebun, urus keluarga, beres-beres bersihin ini itu. Garap album baru untuk Navicula dan tentunya tetap bekerja juga, sama Yayasan Kopernik, di bagian emergency response Covid-19,
Kegiatannya beragam, mulai dari fundriser untuk pengadaan APD, hand sanitizer, masker, serta update laporan dari Gugus Tugas Covid19 Provinsi, sekaligus jadi host untuk program reguler PSA (Public Service Announcement) Apa Kabar Bali.
Saya melihat Bli masih aktif menyuarakan kampanye anti plastik juga? Agenda terakhir sepertinya sedang aktif mempromosikan film #PulauPlastik , bisa diceritakan sedikit?
Yap… film “Pulau Plastik” yang versi layar lebar sedang dikerjakan juga. Bekerjasama dengan Visinema. Lagi proses editing, sementara saya dikejar deadline menyelesaikan scoring-nya.
Bulan April kemarin sempat saya perhatikan beberapa kali menggelar live streaming concert, baik sendirian ataupun dengan Navicula, bahkan sejak Maret sudah jalan dengan Narasi, bagaimana ceritanya bisa beberapa kali menggelar streaming concert tersebut?
Di era pandemi ini semua konser fisik kita batal dan kreasi harus jalan terus. Kita juga ingin terlibat dan berbagi dengan cara yang kita bisa, ya salah satunya lewat konser online, sekaligus konser yang terakhir kemarin sekalian fundriser untuk bikin faceshield, kolaborasi juga dengan Kopernik dan Diageo.
Setelah konser itu, terkumpul dana cukup untuk membuat dan merilis sejumlah 3000 faceshield standar medis untuk disebar di sejumlah RS, Puskesmas, posko, dan tempat lain sesuai dengan rekomendasi Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Bali. Kita hanya berusaha menggabungkan kreativitas, entrepreneurship, dan idealisme (isu sosial) ke dalam konser-konser yang kita buat.
Apa saja kendala yang cukup sering dihadapi saat mengadakan live streaming concert kemarin?
Nggak ada kendala dalam teknis produksi. Kendalanya hanya sisi bisnis; bagaimana bisa dapat uang dari konser online itu. Biar band dan manajemen bisa ada pemasukan.
Menurut Bli, live streaming concert seperti saat pandemi ini ke depannya seperti apa? Apakah bisa jadi salah satu alternatif hiburan baru yang menggantikan konser live sebenarnya?
Bisa saja, asal band perlahan menemukan cara bikin konser yang berkualitas, dan sponsor percaya untuk mendukung ini secara finansial. Tapi menurutku, tetap, Konser live tak tergantikan sih. Ada chemistry yang tak tergantikan dengan konser yang performer dan audiensenya berinteraksi fisik secara langsung. Konser online belum bisa menggantikan ini.
Masih terkait Covid-19, ada update kah dari teman-teman di Bali tentang Rumah Sanur? Bagaimana kabar terkini Rumah Sanur?
Rumah Sanur adalah satu dari sekian ruang kreatif publik (creative hub) yang bangkrut akibat pandemi. Sedang menggalakkan penggalian dana agar bisa tetap berjalan. Sementara, meskipun finasial terseok-seok, Rumah Sanur masih tetap jalan dan saat ini hariannya dipakai sebagai posko pengumpulan, pengemasan, dan pembagian bantuan sosial sembako oleh komunitas-komunitas setempat.
Memasuki masa new normal, bagaimana kondisi tempat-tempat berkumpul / tempat-tempat hiburan di Bali?
Pariwisata dan bisnis hiburan adalah industri paling terpuruk di Bali. Masih banyak yang tutup, entah sementara atau permanen.
Belakangan juga sepertinya kehidupan bertani Bli sedang tersorot lagi di media, apakah dengan adanya pandemi ini membuat Bli jadi lebih intense bertani lagi?
Banyak waktu di rumah dan terdampaknya penghasilan, meyebabkan ada banyak waktu untuk urus kebun pekarangan dan memasak hasilnya, untuk kebutuhan rumah tangga aja dulu.
Pandemi memang menyebalkan, tapi satu sisi positifnya adalah memaksa kita semua untuk berpikir ulang tentang skala prioritas. Urusan pangan dan kesehatan jadi hal prioritas kebanyakan orang.
Ke depan juga akan ada projek serius untuk menggarap kebun saya di kampung, di sana ada kebun yang lebih luas. Mungkin start awal Agustus.
Apa saran Bli kepada teman-teman yang baru mulai berkebun di rumahnya masing-masing (misal dengan cara organik ataupun hidroponik), yang hanya memiliki lahan kecil. Misal hanya punya lahan di teras belakang rumah atau di depan rumah?
Manfaatkan ruang sebaik-baiknya. Petak kebun rumah tidak harus datar/horizontal tapi bisa juga vertikal. Coba tanam yang gampang-gampang tumbuh aja dulu, seperti kangkung, sawi, atau cabe. Start small, nanti perlahan melebar, dan bisa diintegrasikan dengan hal lain seperti kolam ikan, ternak ayam, atau kompos sampah rumah tangga, dan sistem tumpangsari lainnya.
Hobi ini menarik untuk dicoba, at least buat mengajar anak-anak kita yang sekarang banyak menghabiskan waktu di rumah. Anggaplah pendidikan life skill untuk keluarga, disamping menyediakan pangan sehat dan murah.
Siapa tahu dari hobi iseng bisa jadi bisnis masa depan yang menjanjikan, dan saya percaya bisnis pangan punya masa depan yang cerah pasca pandemi. Kedaulatan pangan juga berkaitan erat dengan keadilan sosial.